BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Salah satu tugas manusia yang tersulit adalah yang
berhubungan dengan pengontrolan diri. Manusia harus mengontrol diri dengan segala
hal, baik pengontrolan diri tersebut dari dalam maupun dari luar diri.
Kemampuan seseorang dalam mengontrol diri sangatlah tidak mudah, tidak banyak
orang yang dapat mengatasi masalah diri sendiri maupun masalah di sekitarnya. Pengontrolan
diri tersebut dapat dicapai salah satunya dengan bersabar.
Penulis mencoba membandingkan antara
teori islam yakni sabar dengan teori psikologi kontrol diri. Sabar berasal dari
kata “sobaro-yashbiru”
yang artinya menahan. Dan menurut istilah, sabar adalah menahan diri dari
kesusahan dan menyikapinya sesuai syariah dan akal, menjaga lisan dari celaan,
dan menahan anggota badan dari berbuat dosa dan sebagainya. Itulah pengertian
sabar yang harus kita tanamkan dalam diri kita. Dan sabar ini tidak identik
dengan cobaan saja. Karena menahan diri untuk tidak bersikap berlebihan, atau
menahan diri dari pemborosan harta bagi yang mampu juga merupakan bagian dari
sabar. Sabar harus kita terapkan dalam setiap aspek kehidupan kita. Bukan hanya
ketika kita dalam kesulitan, tapi ketika dalam kemudahaan dan kesenangan juga
kita harus tetap menjadikan sabar sebagai aspek kehidupan kita.
Sedangkan kontrol diri menurut Hurlock, dikatakan bahwa
kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta
dorongan-doraongan dari dalam dirinya. Menurut konsep ilmiah berarti,
pengendalian berarti mengarahkan energi emosi ke saluran ekspresi yang
bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. Konsep ilmiah menitikberatkan pada
pengendalian.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kontrol diri?
2.
Apa yang dimaksud dengan sabar?
3. Apa persamaan dan perbedaan antara kontrol diri dan sabar?
4.
Bagaimana perbandingan antara kontrol diri
dengan sabar?
1.3
Tujuan
1 Mengetahui makna
dari kontrol diri.
2. Mengetahui makna dari sabar.
3. Mengetahui persamaan dan perbedaan antara kontrol diri dan sabar.
4. Mengetahui perbandingan antara kontrol diri dengan sabar.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Kontrol Diri
2.1.1. Definisi
Kontrol Diri
Menurut
Calhoun dan Acocella (1990) kontrol diri (self-kontrol) sebagai
pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang; dengan kata
lain serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri. Goldfried dan
Merbaum (dalam Lazarus, 1976), mendefinisi-kan kontrol diri sebagai suatu
kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku
yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi positif. Selain itu kontrol
diri juga menggambarkan keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitif
untuk menyatukan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan
tujuan tertentu seperti yang diinginkan (Lazarus, 1976).
Menurut Bandura dan
Mischel, kontrol diri merupakan kemampuan individu dalam merespon suatu
situasi. Sedangkan Carlson juga mengartikan kontrol diri sebagai
kemampuan seseorang dalam merespon suatu situasi. Kontrol diri bisa diartikan
sebagai proses yang terjadi ketika dalam situasi tanpa batasan dari lingkungan
eksternal, anak melakukan suatu jenis perilaku yang sebelumnya sedikit tidak
mungkin muncul dibandingkan perilaku alternatif lainnya. Kontrol diri juga
dapat diartikan sebagai kemampuan untuk membimbing tingkah laku
sendiri,kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku
impulsif.
Menurut Hurlock
(1984) kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi
serta dorongan-dorongan yang terdapat dalam dirinya.
2.1.2. Kriteria Kontrol Diri
Banyak
orang mencampuradukkan sikap mengontrol diri dengan sikap kaku, keras,
tegang atau terhambat. Sikap ini
tentunya sangat berbeda, karena orang yang bisa mengontrol dirinya, sangat
mampu untuk bersikap fleksibel pula. Sementara yang kaku dan terhambat, bisa
saja tampil terkontrol, tetapi mudah patah, dan bahkan bisa meledak, lepas kontrol.
Orang yang terkontrol biasanya akan tampil terpercaya di pergaulan dan
pekerjaan, berintegritas dan yang paling penting, mempunyai daya adaptasi
terhadap perubahan.
Menurut
Hurlock, ada dua kriteria yang menentukan apakah kontrol emosi dapat diterima
secara sosial atau tidak kontrol emosi dapat diterima bila reaksi masyarakat
terhadap pengendalian emosi adalah positif. Namun reaksi positif saja tidaklah
cukup karenan ya perlu diperhatikan kriteria lain, yaitu efek yang muncul
setelah mengontrol emosi terhadap kondisi fisik dan praktis, kontrol emosi
seharusnya tidak membahayakan fisik, dan psikis individu. Artinya dengan
mengontrol emosi kondisi fisik dan psikis individu harus membaik. Dari
sinilah ia memaparkan tiga kriteria
emosi yang masuk sebagai berikut:
a.
Dapat melakukan kontrol diri yang bisa di terima secara sosial.
b.
Dapat memahami seberapa banyak kontrol yang dibutuhkan untuk memuaskan
kebutuhannya dan sesuai dengan harapan masyarakat.
c. Dapat menilai situasi
secara kritis sebelum meresponnya dan memutuskan cara beraksi terhadap situasi
tersebut.
Kemampuan
mengontrol diri sebagaimana diuraikan di atas pada hakikatnya berkembang seiring dengan bertambahnya usia.
Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa
yang diharapkan oleh kelompok darinya dan kemudian mau membentuk perilakunya
agar sesuai dengan harapan sosial tanpa harus dibimbing, diawasi, didorong dan diancam seperti hukuman
seperti yang dialami waktu anak-anak.
2.1.3.
Jenis-Jenis Kontrol Diri
Menurut
Block dan Block (Lazarus,1976;238) mengemukakan tiga jenis
kontrol,yaitu:
a.
Over Kontrol, yaitu kontrol yang berlebihan sehingga menyebabkan
seseorang banyak mengontrol dan menahan diri untuk bereaksi terhadap suatu
stimulus.
b.
Appropriate kontrol, yaitu kontrol yang memungkinkan individu
mengendalikan impulsnya dengan tepat.
c.
Under Kontrol, yaitu kecenderungan untuk melepaskan impuls dengan bebas
tanpa perhitungan yang matang.
2.1.4.
Aspek-Aspek Kontrol Diri.
Terdapat
beberapa jenis kemampuan mengontrol diri yang meliputi 3 aspek menurut Averill
(Muharsih 2006 : 22),Averill menyebut kontrol diri dengan sebutan kontrol
personal, yaitu kontrol perilaku (behavior kontrol), Kontrol kognitif (cognitive
kontrol), dan mengontrol keputusan (decisional kontrol).
a. Behavioral
kontrol
Merupakan
kesiapan atau tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung mempengaruhi
atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol
perilaku ini diperinci menjadi dua komponen, yaitu mengatur pelaksanaan (regulated
administration) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus
modifiability). Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu
untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan, dirinya sendiri
atau sesuatu diluar dirinya. Individu yang kemampuan mengontrol dirinya baik
akan mampu mengatur perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya dan bila
tidak mampu individu akan menggunakan sumber eksternal. Kemampuan mengatur
stimulus merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu
stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara yang dapat
digunakan, yaitu mencegah atau menjauhi stimulus, menempatkan tenggang waktu di
antara rangkaian stimulus yang sedang berlangsung, menghentikan stimulus
sebelum waktunya berakhir, dan membatasi intensitasnya.
b.
Cognitive kontrol
Merupakan
kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara
menginterpretasi, menilai, atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu
kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi tekanan.
Aspek ini terdiri atas dua komponen, yaitu memperoleh informasi (information
gain) dan melakukan penilaian (appraisal). Dengan informasi yang
dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak menyenangkan, individu
dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan. Melakukan
penilaian berarti individu berusaha menilai dan dan menafsirkan suatu keadaan
atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif.
c. Decisional
kontrol
Merupakan
kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada
sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan pilihan
akan berfung si baik dengan adanya suatu
kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih
berbagai kemungkinan tindakan.
Berdasarkan
penjelasan di atas, maka untuk mengukur kontrol diri digunakan aspek-aspek
sebagai berikut :
a.
Kemampuan mengontrol perilaku
b.
Kemampuan mengontrol stimulus
c. Kemampuan
mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian
d.
Kemampuan menafsirkan peristiwa atau kejadian
e.
Kemampuan mengambil keputusan
2.1.5.
Faktor-Faktor Kontrol Diri
Gufron
dalam (Muharsih,2008 : 21) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol
diri terdiri dari faktor internal yaitu dari dalam diri dan faktor eksternal
yaitu Lingkungan individu.
1.
Faktor Internal
Faktor
internal yang ikut berperan terhadap kontrol diri adalah usia,semakin bertambah
usia seseorang maka semakin baik kemampuan mengontrol dirinya.
2.
Faktor Eksternal
Faktor
eksternal yang ikut beperan terhadap kontrol diri diantaranya adalah Lingkungan
Keluarga terutama Orang tua menentukan bagaimana kemampuan mengontrol diri
seseorang.
2.2. Sabar
2.2.1. Urgensi Kesabaran
Kesabaran merupakan salah satu ciri
mendasar orang yang bertaqwa kepada Allah SWT. Bahkan sebagian ulama mengatakan
bahwa kesabaran merupakan setengahnya keimanan. Sabar memiliki kaitan yang
tidak mungkin dipisahkan dari keimanan: Kaitan antara sabar dengan iman, adalah
seperti kepala dengan jasadnya. Tidak ada keimanan yang tidak disertai
kesabaran, sebagaimana juga tidak ada jasad yang tidak memiliki kepala. Oleh
karena itulah Rasulullah SAW menggambarkan tentang ciri dan keutamaan orang
yang beriman sebagaimana hadits di atas.
Namun kesabaran adalah bukan
semata-mata memiliki pengertian "nrimo", ketidak mampuan dan identik
dengan ketertindasan. Sabar sesungguhnya memiliki dimensi yang lebih pada
pengalahan hawa nafsu yang terdapat dalam jiwa insan. Dalam berjihad, sabar
diimplementasikan dengan melawan hawa nafsu yang menginginkan agar dirinya
duduk dengan santai dan tenang di rumah. Justru ketika ia berdiam diri itulah,
sesungguhnya ia belum dapat bersabar melawan tantangan dan memenuhi panggilan ilahi.
Sabar juga memiliki dimensi untuk
merubah sebuah kondisi, baik yang bersifat pribadi maupun sosial, menuju
perbaikan agar lebih baik dan baik lagi. Bahkan seseorang dikatakan dapat
diakatakan tidak sabar, jika ia menerima kondisi buruk, pasrah dan menyerah
begitu saja. Sabar dalam ibadah diimplementasikan dalam bentuk melawan dan
memaksa diri untuk bangkit dari tempat tidur, kemudian berwudhu lalu berjalan
menuju masjid dan malaksanakan shalat secara berjamaah. Sehingga sabar tidak
tepat jika hanya diartikan dengan sebuah sifat pasif, namun ia memiliki nilai
keseimbangan antara sifat aktif dengan sifat pasif.
2.2.2. Makna Sabar
Sabar merupakan sebuah istilah yang
berasal dari bahasa Arab, dan sudah menjadi istilah dalam bahasa Indonesia.
Asal katanya adalah "Shobaro", yang membentuk infinitif (masdar)
menjadi "shabran". Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan
mencegah. Menguatkan makna seperti ini adalah firman Allah dalam Al-Qur’an:
Sabar (ks) dalam kamus besar bahasa
Indonesia (1999), adalah tahan dalam menghadapi cobaan. Sedangkan kesabaran (kb) adalah ketenangan hati dalam
menghadapi cobaan; sifat sabar.
Sabar adalah menahan diri untuk
tidak berkeluh kesah, mencegah lisan untuk merintih dan menghalangi anggota
tubuh untuk tidak menampar pipi dan merobek pakaian dan sejenisnya (Jauziyah,
2006) Sabar menurut Dzunnun al-Mishri (Jauziyah, 2006) adalah usaha untuk
menjauhi segala larangan Allah. Sikap tenang ketika menghadapi berbagai macam
duka cita yang membelit. Menampakan sikap lagaknya orang kaya pada waktu dia
didera kefakiran dalam ranah kehidupan sehari-hari.
Istilah dalam psikologi yang
mendekati dengan kesabaran adalah
Resilience yaitu proses yang berhasil dengan sukses dalam menyesuaikan
diri dengan kesulitan atau pengalaman hidup yang menantang terutama dalam
kesiapan mental, emosi dan perilaku yang fleksibel. Penyesuaian diri terhadap tuntutan eksternal
dan internal dan salah satu faktor yang memberikan kontribusi bagaimana orang
bisa beradaptasi dengan kesulitan (Vandenbos, 2006). Istilah lain yang mendekati adalah Adversity Quotient. Menurut Stoltz
(2000) Adversity Quotient didefinisikan
sebagai satu kecerdasan berupa kegigihan untuk mengatasi segala rintangan demi
mendaki tangga kesempurnaan yang diinginkan. Penulis dalam hal ini lebih
condong memakai istilah kesabaran dibanding
Resilience dan Adversity Quotient dengan asumsi, penulis menganggap cakupan
pengertian kesabaran lebih luas. Selain itu penulis tertarik untuk mencoba
menggali lebih dalam lagi khazanah ilmu dalam Islam
Menurut penulis dari beberapa
pengertian di atas dapat disimpulkan definisi mengenai sabar, yaitu kemampuan
untuk menahan dan mencegah diri dari kemarahan dan kesedihan yang berlebihan
dengan mengikuti ketentuan Allah SWT.
2.2.3. Sabar Sebagaimana Digambarkan Dalam Al-Qur’an
Dalam al-Qur’an banyak sekali
ayat-ayat yang berbicara mengenai kesabaran. Jika ditelusuri secara
keseluruhan, terdapat 103 kali disebut dalam al-Qur’an, kata-kata yang
menggunakan kata dasar sabar; baik berbentuk isim maupun fi’ilnya. Hal ini
menunjukkan betapa kesabaran menjadi perhatian Allah SWT, yang Allah tekankan
kepada hamba-hamba-Nya. Dari ayat-ayat yang ada, para ulama mengklasifikasikan
sabar dalam al-Qur’an menjadi beberapa macam:
1.
Sabar merupakan perintah Allah SWT. Hal ini sebagaimana yang terdapat
dalam QS. 2:153 "Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada
Allah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
sabar."
Ayat-ayat lainnya yang serupa mengenai perintah untuk bersabar
sangat banyak terdapat dalam Al-Qur’an. Diantaranya adalah dalam QS.3: 200, 16:
127, 8: 46, 10:109, 11: 115 dsb.
2.
Larangan isti’jal (tergesa-gesa/ tidak sabar), sebagaimana yang Allah
firmankan (QS. Al-Ahqaf/ 46: 35): "Maka bersabarlah kamu seperti
orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul dan janganlah kamu
meminta disegerakan (azab) bagi mereka…"
3.
Pujian Allah bagi orang-orang yang sabar, sebagaimana yang terdapat
dalam QS. 2: 177: "…dan orang-orang yang bersabar dalam kesulitan,
penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya
dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa."
4.
Allah SWT akan mencintai orang-orang yang sabar. Dalam surat Ali Imran
(3: 146) Allah SWT berfirman : "Dan Allah mencintai orang-orang yang
sabar."
5.
Kebersamaan Allah dengan orang-orang yang sabar. Artinya Allah SWT
senantiasa akan menyertai hamba-hamba-Nya yang sabar. Allah berfirman (QS. 8:
46) ; "Dan bersabarlah kamu, karena sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang
yang sabar."
2.2.4. Sabar Sebagaimana Digambarkan Dalam Hadits.
Sebagaimana dalam al-Qur’an, dalam
hadits juga banyak sekali sabda-sabda Rasulullah SAW yang menggambarkan
mengenai kesabaran. Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi mencantumkan 29
hadits yang bertemakan sabar. Secara garis besar, hadits-hadits tersebut
menggambarkan kesabaran sebagai berikut;
1.
Kesabaran merupakan "dhiya’ " (cahaya yang amat terang).
Karena dengan kesabaran inilah, seseorang akan mampu menyingkap kegelapan. Rasulullah
SAW mengungkapkan, "…dan kesabaran merupakan cahaya yang terang…"
(HR. Muslim)
2.
Kesabaran merupakan sesuatu yang perlu diusahakan dan dilatih secara
optimal. Rasulullah SAW pernah menggambarkan: "…barang siapa yang
mensabar-sabarkan diri (berusaha untuk sabar), maka Allah akan menjadikannya
seorang yang sabar…" (HR. Bukhari)
3.
Kesabaran merupakan anugrah Allah yang paling baik. Rasulullah SAW
mengatakan, "…dan tidaklah seseorang itu diberi sesuatu yang lebih baik
dan lebih lapang daripada kesabaran." (Muttafaqun Alaih)
4. Kesabaran merupakan salah satu sifat sekaligus
ciri orang mu’min, sebagaimana hadits yang terdapat pada muqadimah;
"Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman, karena segala perkaranya
adalah baik. Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur karena (ia
mengatahui) bahwa hal tersebut adalah memang baik baginya. Dan jika ia tertimpa
musibah atau kesulitan, ia bersabar karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut
adalah baik baginya." (HR. Muslim)
5.
Seseorang yang sabar akan mendapatkan pahala surga. Dalam sebuah hadits
digambarkan; Dari Anas bin Malik ra berkata, bahwa aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda, Sesungguhnya Allah berfirman, "Apabila Aku menguji hamba-Ku
dengan kedua matanya, kemudian diabersabar, maka aku gantikan surga
baginya." (HR. Bukhari)
2.2.5. Bentuk-Bentuk Kesabaran
Para ulama membagi kesabaran menjadi
tiga hal; sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar untuk meninggalkan
kemaksiatan dan sabar menghadapi ujian dari Allah:
1.
Sabar dalam ketaatan kepada Allah. Merealisasikan ketaatan kepada Allah,
membutuhkan kesabaran, karena secara tabiatnya, jiwa manusia enggan untuk
beribadah dan berbuat ketaatan. Ditinjau dari penyebabnya, terdapat tiga hal
yang menyebabkan insan sulit untuk sabar. Pertama karena malas, seperti dalam
melakukan ibadah shalat. Kedua karena bakhil (kikir), seperti menunaikan zakat
dan infaq. Ketiga karena keduanya, (malas dan kikir), seperti haji dan jihad.
Kemudian untuk dapat merealisasikan
kesabaran dalam ketaatan kepada Allah diperlukan beberapa hal,
(1) Dalam kondisi sebelum melakukan
ibadah berupa memperbaiki niat, yaitu kikhlasan. Ikhlas merupakan kesabaran
menghadapi duri-duri riya’.
(2) Kondisi ketika melaksanakan
ibadah, agar jangan sampai melupakan Allah di tengah melaksanakan ibadah
tersebut, tidak malas dalam merealisasikan adab dan sunah-sunahnya.
(3) Kondisi ketika telah selesai
melaksanakan ibadah, yaitu untuk tidak membicarakan ibadah yang telah
dilakukannya supaya diketahui atau dipuji orang lain.
2.
Sabar dalam meninggalkan kemaksiatan. Meninggalkan kemaksiatan juga
membutuhkan kesabaran yang besar, terutama pada kemaksiatan yang sangat mudah
untuk dilakukan, seperti ghibah (baca; ngerumpi), dusta, memandang sesuatu yang
haram dsb. Karena kecendrungan jiwa insan, suka pada hal-hal yang buruk dan
"menyenangkan". Dan perbuatan maksiat identik dengan hal-hal yang
"menyenangkan".
3.
Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah, seperti mendapatkan
musibah, baik yang bersifat materi ataupun inmateri; misalnya kehilangan harta,
kehilangan orang yang dicintai dsb.
2.2.6. Aspek-Aspek Sabar
Jauziyah (2006), menyebutkan aspek-aspek sabar adalah :
a. Mampu menahan nafsu birahi.
Jika hawa nafsu menguasai jasmani dan ruhani,
maka yang timbul adalah sifat-sifat hewan (Ilham dalam Yafie, 2002). Nafsu birahi merupakan fitrah manusia yang
tidak bisa dihilangkan. Manusia hanya bisa mengendalikannya, sehingga bagi
orang yang bersabar akan selalu mampu untuk menahan nafsu birahinya, ia akan
bersabar untuk mengendalikannya.
b. Mampu untuk menahan nafsu
amarah.
Nafsu merupakan fitrah manusia. Nafsu tidak
selamanya negatif. Sebagaimana
dinyatakan oleh Ilham (Yafie dkk, 2002) asalkan nafsu amarah bisa diolah secara
proporsional untuk mengikuti iman, maka nafsu bisa menjadi rahmat, yaitu pada
waktu nafsu dipergunakan untuk mengejar dunia serta akhirat sekaligus.
c. Mampu mengekang rasa malas.
Orang dengan memiliki sifat sabar akan selalu
giat dan memiliki semangat dalam melaksanakan segala kegiatan yang baik.
Semangat dalam bekerja, giat mencari ilmu, serta rajin beribadah. Syaikul Islam
Ibnu Taimiyah (Munajjid, 2006) telah mengingatkan bahwa sebagiamana Nabi
Muhammad SAW bersabda bahwa Surga
dikelilingi oleh hal-hal yang tidak disukai dan sebaliknya Neraka
dikelilingi oleh hal-hal yang disukai. Upaya untuk mencapai Surga harus melalui
rintangan-rintangan yang berat, sehingga disini akan sikap sabar. Untuk
mendapatkan surga tidak bisa dengan malas-malasan, tetapi hari berjuang dengan
tekun serta rajin.
d Mampu membendung segala dorongan
hawa nafsu untuk lari serta kabur dari masalah. Masalah pasti akan selalu
datang kepada setiap manusia selama hidupnya, sehingga tidak ada jalan untuk
menghindarinya. Individu yang sabar akan selalu berani dalam menghadapi
permasalahan serta tidak lari darinya,
orang yang seperti ini dinamakan syaja’ ah (orang yang berani). Sebutan orang
yang berani ini sangat wajar, karena ternyata tidak semua orang mau dan mampu
dalam menghadapi permasalahan yang menimpannya.
e
Memiliki kemampuan untuk tidak
tergesa-gesa dalam pengambilan keputusan. Ketika memutuskan suatu hal, orang sabar tidak akan
tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, ia akan mempertimbangkan berbagai aspek
baik dan buruknya, maslahat dan
madharatnya. Ketergesa-gesaan
dalam pengambilan keputusan akan menyebabkan tidak optimalnya keputusan yang
dilakukan. Individu yang sabar akan bersikap tenang (waqar) dalam mengambil
keputusan, sehingga bisa berfikir serta bertindak dengan benar.
f Mau berbagi dengan orang
lain.
Orang sabar akan selalu memiliki jiwa sosial,
mau berbagi dengan orang lain terutama yang membutuhkan. Ilmunya akan diberikan
cuma-cuma, karena mengajarkan ilmu kepada orang lain, akan membuat ilmu yang
dimilikinya itu bermanfaat. Rasul pernah bersabda, ada tujuh golongan yang akan
mendapatkan naungan Allah di hari kiamat nanti diantaranya adalah orang yang
bersedekah kemudian ia menyembunyikan sedekahnya, hingga tangan kirinya tidak
tahu apa yang diberikan tangan kanannya. Menurut Khalid (2003), sabar yang
dilakukannya adalah berusaha keras menyembunyikan sedekahnya.
g.
Mampu menahan diri untuk tidak
melemparkan hal-hal yang tidak disukai orang lain.
Individu yang sabar akan mampu menahan dirinya untuk tidak
melemparkan hal-hal yang tidak disukainya kepada orang lain, orang seperti ini
dinamakan muruah (menjaga citra diri). Pada kenyataannya sering kali seseorang
dihadapkan pada suatu hal-hal yang tidak disukainya, untuk menyiasatinya sering
kali hal-hal tersebut dilemparkan pada orang lain. Perbuatan tersebut jelas
merupakan perbuatan yang jelek. Individu yang sabar akan selalu menghadapinya
sekalipun hal itu tidak disukainnya.
2.2.7. Kiat-kiat Untuk Meningkatkan Kesabaran
Ketidaksabaran (baca; isti’jal)
merupakan salah satu penyakit hati, yang seyogyanya diantisipasi dan diterapi
sejak dini. Karena hal ini memilki dampak negatif dari amalan yang dilakukan
seorang insan. Seperti hasil yang tidak maksimal, terjerumus kedalam
kemaksiatan, enggan untuk melaksanakan ibadah kepada Allah dsb. Oleh karena
itulah, diperlukan beberapa kiat, guna meningkatkan kesabaran. Diantara
kiat-kiat tersebut adalah :
1.
Mengkikhlaskan niat kepada Allah SWT, bahwa ia semata-mata berbuat hanya
untuk-Nya. Dengan adanya niatan seperti ini, akan sangat menunjang munculnya
kesabaran kepada Allah SWT.
2.
Memperbanyak tilawah (baca; membaca) al-Qur’an, baik pada pagi, siang,
sore ataupun malam hari. Akan lebih optimal lagi manakala bacaan tersebut
disertai perenungan dan pentadaburan makna-makna yang dikandungnya. Karena
al-Qur’an merupakan obat bagi hati insan. Masuk dalam kategori ini juga dzikir
kepada Allah.
3.
Memperbanyak puasa sunnah. Karena puasa merupakan hal yang dapat mengurangi
hawa nafsu terutama yang bersifat syahwati dengan lawan jenisnya. Puasa juga
merupakan ibadah yang memang secara khusus dapat melatih kesabaran.
4.
Mujahadatun Nafs, yaitu sebuah usaha yang dilakukan insan untuk berusaha
secara giat dan maksimal guna mengalahkan keinginan-keinginan jiwa yang
cenderung suka pada hal-hal negatif, seperti malas, marah, kikir, dsb.
5.
Mengingat-ingat kembali tujuan hidup di dunia. Karena hal ini akan
memacu insan untuk beramal secara sempurna. Sedangkan ketidaksabaran
(isti’jal), memiliki prosentase yang cukup besar untuk menjadikan amalan
seseorang tidak optimal. Apalagi jika merenungkan bahwa sesungguhnya Allah akan
melihat "amalan" seseorang yang dilakukannya, dan bukan melihat pada
hasilnya. (Lihat QS. 9 : 105)
6.
Perlu mengadakan latihan-latihan untuk sabar secara pribadi. Seperti
ketika sedang sendiri dalam rumah, hendaklah dilatih untuk beramal ibadah dari
pada menyaksikan televisi misalnya. Kemudian melatih diri untuk menyisihkan
sebagian rezeki untuk infaq fi sabilillah, dsb.
7.
Membaca-baca kisah-kisah kesabaran para sahabat, tabi’in maupun
tokoh-tokoh Islam lainnya. Karena hal ini juga akan menanamkan keteladanan yang
patut dicontoh dalam kehidupan nyata di dunia.
BAB III
KESIMPULAN
Kontrol diri diartikan sebagai kemampuan untuk menyusun,
membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang kan membawa kea rah
positif bagi individu tersebut. Control dapat dikembangkan dan digunakan oleh
individu dalam proses kehidupan sehari – hari. Control diri merupakan kemampuan
yang dimiliki oleh individu untuk peka terhadap situasi dan lingkungan
sekitarnya. Control diri digunakan oleh individu untuk mengelola factor –
factor perilaku yang sesuai dengan lingkungan sekitarnya, digunakan dalam mengendalikan
perilaku serta mengubah perilaku yang esuai dengan kondisi dari situasi di
lingkungan sekitarnya.
Sabar berasal dari kata “sobaro-yasbiru” yang artinya
menahan. Dan menurut istilah, sabar adalah menahan diri dari kesusahan dan
menyikapinya sesuai syariah dan akal, menjaga lisan dari celaan, dan menahan
anggota badan dari berbuat dosa dan sebagainya. Itulah pengertian sabar yang
harus kita tanamkan dalam diri kita. Dan sabar ini tidak identik dengan cobaan
saja. Karena menahan diri untuk tidak bersikap berlebihan, atau menahan diri
dari pemborosan harta bagi yang mampu juga merupakan bagian dari sabar. Sabar
harus kita terapkan dalam setiap aspek kehidupan kita. Bukan hanya ketika kita
dalam kesulitan, tapi ketika dalam kemudahaan dan kesenangan juga kita harus
tetap menjadikan sabar sebagai aspek kehidupan kita.
Dilihat dari dari salah satu aspek, yakni aspek
tujuan. Dapat diperoleh adanya persamaan dan perbedaan antara kontrol diri dan
sabar. Tujuan dari kontrol diri adalah Untuk menahan diri dan tindakan luapan emosi, untuk
mengendalikan perilaku, kecenderungan menarik perhatian, keinginan mengubah
perilaku agar sesuai untuk orang lain, menyenangkan orang lain, selalu conform
dengan orang lain, dan menutupi perasaannya. Dan tujuan dari sabar adalah Untuk mencapai kemenangan di dunia dan
kebahagaiaan di akhirat. Yang mana perbedaannya, kontrol diri diarahkan pada urusan keduniawian, sedangkan
sabar selain keduniawian juga untuk
kehidupan akhirat individu. Sedangkan
persamaannya, Sama-sama mengarah pada hal-hal yang bersifat positif, seperti
ketentraman ataupun kebahagiaan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
http://grace92.blog.esaunggul.ac.id/2012/06/29/hubungan-antara-pola-asuh-dengan-kontrol-diri-remaja-pada-modernisasi/ (diunduh
pada March 30, 2013, 6:07:57 AM)
http://apptis.or.id/index.php/kontrol-diri (diunduh
pada March 30, 2013, 6:07:57 AM)
http://id.shvoong.com/social-sciences/counseling/2205556-pengertian-kontrol-diri/#ixzz3qHcQhKiy (diunduh pada
March 30, 2013, 6:07:57 AM)
(diunduh pada
March 30, 2013, 6:07:57 AM)