Minggu, 21 April 2013

Blue Print


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Salah satu tugas manusia yang tersulit adalah yang berhubungan dengan pengontrolan diri. Manusia harus mengontrol diri dengan segala hal, baik pengontrolan diri tersebut dari dalam maupun dari luar diri. Kemampuan seseorang dalam mengontrol diri sangatlah tidak mudah, tidak banyak orang yang dapat mengatasi masalah diri sendiri maupun masalah di sekitarnya. Pengontrolan diri tersebut dapat dicapai salah satunya dengan bersabar.

Penulis mencoba membandingkan antara teori islam yakni sabar dengan teori psikologi kontrol diri. Sabar berasal dari kata “sobaro-yashbiru” yang artinya menahan. Dan menurut istilah, sabar adalah menahan diri dari kesusahan dan menyikapinya sesuai syariah dan akal, menjaga lisan dari celaan, dan menahan anggota badan dari berbuat dosa dan sebagainya. Itulah pengertian sabar yang harus kita tanamkan dalam diri kita. Dan sabar ini tidak identik dengan cobaan saja. Karena menahan diri untuk tidak bersikap berlebihan, atau menahan diri dari pemborosan harta bagi yang mampu juga merupakan bagian dari sabar. Sabar harus kita terapkan dalam setiap aspek kehidupan kita. Bukan hanya ketika kita dalam kesulitan, tapi ketika dalam kemudahaan dan kesenangan juga kita harus tetap menjadikan sabar sebagai aspek kehidupan kita.

Sedangkan kontrol diri menurut Hurlock, dikatakan bahwa kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-doraongan dari dalam dirinya. Menurut konsep ilmiah berarti, pengendalian berarti mengarahkan energi emosi ke saluran ekspresi yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. Konsep ilmiah menitikberatkan pada pengendalian.


1.2  Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan kontrol diri?
2.   Apa yang dimaksud dengan sabar?
3.   Apa persamaan dan perbedaan antara kontrol diri dan sabar?
4.   Bagaimana perbandingan antara kontrol diri dengan sabar?

1.3  Tujuan

1       Mengetahui makna dari kontrol diri.
2.     Mengetahui makna dari sabar.
3.       Mengetahui persamaan dan perbedaan antara kontrol diri dan sabar.
4.       Mengetahui perbandingan antara kontrol diri dengan sabar.


BAB II
KAJIAN TEORI

2.1. Kontrol Diri

2.1.1. Definisi Kontrol Diri

Menurut Calhoun dan Acocella (1990) kontrol diri (self-kontrol) sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang; dengan kata lain serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri. Goldfried dan Merbaum (dalam Lazarus, 1976), mendefinisi-kan kontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi positif. Selain itu kontrol diri juga menggambarkan keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti yang diinginkan (Lazarus, 1976).

Menurut Bandura dan Mischel, kontrol diri merupakan kemampuan individu dalam merespon suatu situasi. Sedangkan Carlson juga mengartikan kontrol diri sebagai kemampuan seseorang dalam merespon suatu situasi. Kontrol diri bisa diartikan sebagai proses yang terjadi ketika dalam situasi tanpa batasan dari lingkungan eksternal, anak melakukan suatu jenis perilaku yang sebelumnya sedikit tidak mungkin muncul dibandingkan perilaku alternatif lainnya. Kontrol diri juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri,kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif.

Menurut Hurlock (1984) kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan yang terdapat dalam dirinya.


2.1.2. Kriteria Kontrol Diri

Banyak orang mencampuradukkan sikap mengontrol diri dengan sikap kaku, keras, tegang  atau terhambat. Sikap ini tentunya sangat berbeda, karena orang yang bisa mengontrol dirinya, sangat mampu untuk bersikap fleksibel pula. Sementara yang kaku dan terhambat, bisa saja tampil terkontrol, tetapi mudah patah, dan bahkan bisa meledak, lepas kontrol. Orang yang terkontrol biasanya akan tampil terpercaya di pergaulan dan pekerjaan, berintegritas dan yang paling penting, mempunyai daya adaptasi terhadap perubahan.

Menurut Hurlock, ada dua kriteria yang menentukan apakah kontrol emosi dapat diterima secara sosial atau tidak kontrol emosi dapat diterima bila reaksi masyarakat terhadap pengendalian emosi adalah positif. Namun reaksi positif saja tidaklah cukup karenan ya perlu diperhatikan kriteria lain, yaitu efek yang muncul setelah mengontrol emosi terhadap kondisi fisik dan praktis, kontrol emosi seharusnya tidak membahayakan fisik, dan psikis individu. Artinya dengan mengontrol emosi kondisi fisik dan psikis individu harus membaik. Dari sinilah  ia memaparkan tiga kriteria emosi yang masuk sebagai berikut:

a. Dapat melakukan kontrol diri yang bisa di terima secara sosial. 
b. Dapat memahami seberapa banyak kontrol yang dibutuhkan untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan masyarakat.  
c. Dapat menilai situasi secara kritis sebelum meresponnya dan memutuskan cara beraksi terhadap situasi tersebut.

Kemampuan mengontrol diri sebagaimana diuraikan di atas pada hakikatnya  berkembang seiring dengan bertambahnya usia. Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok darinya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa harus dibimbing,  diawasi, didorong dan diancam seperti hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.
2.1.3. Jenis-Jenis Kontrol Diri

Menurut Block dan Block (Lazarus,1976;238) mengemukakan tiga jenis kontrol,yaitu:
a. Over Kontrol, yaitu kontrol yang berlebihan sehingga menyebabkan seseorang banyak mengontrol dan menahan diri untuk bereaksi terhadap suatu stimulus.
b. Appropriate kontrol, yaitu kontrol yang memungkinkan individu mengendalikan impulsnya dengan tepat.
c. Under Kontrol, yaitu kecenderungan untuk melepaskan impuls dengan bebas tanpa perhitungan yang matang.

 2.1.4. Aspek-Aspek Kontrol Diri.

Terdapat beberapa jenis kemampuan mengontrol diri yang meliputi 3 aspek menurut Averill (Muharsih 2006 : 22),Averill menyebut kontrol diri dengan sebutan kontrol personal, yaitu kontrol perilaku (behavior kontrol), Kontrol kognitif (cognitive kontrol), dan mengontrol keputusan (decisional kontrol).

a. Behavioral kontrol
Merupakan kesiapan atau tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku ini diperinci menjadi dua komponen, yaitu mengatur pelaksanaan (regulated administration) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability). Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau sesuatu diluar dirinya. Individu yang kemampuan mengontrol dirinya baik akan mampu mengatur perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya dan bila tidak mampu individu akan menggunakan sumber eksternal. Kemampuan mengatur stimulus merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara yang dapat digunakan, yaitu mencegah atau menjauhi stimulus, menempatkan tenggang waktu di antara rangkaian stimulus yang sedang berlangsung, menghentikan stimulus sebelum waktunya berakhir, dan membatasi intensitasnya.

 b. Cognitive kontrol
Merupakan kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri atas dua komponen, yaitu memperoleh informasi (information gain) dan melakukan penilaian (appraisal). Dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan. Melakukan penilaian berarti individu berusaha menilai dan dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif.

 c. Decisional kontrol
Merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan pilihan akan berfung  si baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka untuk mengukur kontrol diri digunakan aspek-aspek sebagai berikut :
a. Kemampuan mengontrol perilaku
b. Kemampuan mengontrol stimulus
c. Kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian
d. Kemampuan menafsirkan peristiwa atau kejadian
e. Kemampuan mengambil keputusan



2.1.5. Faktor-Faktor Kontrol Diri

Gufron dalam (Muharsih,2008 : 21) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri terdiri dari faktor internal yaitu dari dalam diri dan faktor eksternal yaitu Lingkungan individu.

1.   Faktor Internal
Faktor internal yang ikut berperan terhadap kontrol diri adalah usia,semakin bertambah usia seseorang maka semakin baik kemampuan mengontrol dirinya.

2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang ikut beperan terhadap kontrol diri diantaranya adalah Lingkungan Keluarga terutama Orang tua menentukan bagaimana kemampuan mengontrol diri seseorang.

2.2. Sabar

2.2.1. Urgensi Kesabaran

Kesabaran merupakan salah satu ciri mendasar orang yang bertaqwa kepada Allah SWT. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa kesabaran merupakan setengahnya keimanan. Sabar memiliki kaitan yang tidak mungkin dipisahkan dari keimanan: Kaitan antara sabar dengan iman, adalah seperti kepala dengan jasadnya. Tidak ada keimanan yang tidak disertai kesabaran, sebagaimana juga tidak ada jasad yang tidak memiliki kepala. Oleh karena itulah Rasulullah SAW menggambarkan tentang ciri dan keutamaan orang yang beriman sebagaimana hadits di atas.

Namun kesabaran adalah bukan semata-mata memiliki pengertian "nrimo", ketidak mampuan dan identik dengan ketertindasan. Sabar sesungguhnya memiliki dimensi yang lebih pada pengalahan hawa nafsu yang terdapat dalam jiwa insan. Dalam berjihad, sabar diimplementasikan dengan melawan hawa nafsu yang menginginkan agar dirinya duduk dengan santai dan tenang di rumah. Justru ketika ia berdiam diri itulah, sesungguhnya ia belum dapat bersabar melawan tantangan dan memenuhi panggilan ilahi.

Sabar juga memiliki dimensi untuk merubah sebuah kondisi, baik yang bersifat pribadi maupun sosial, menuju perbaikan agar lebih baik dan baik lagi. Bahkan seseorang dikatakan dapat diakatakan tidak sabar, jika ia menerima kondisi buruk, pasrah dan menyerah begitu saja. Sabar dalam ibadah diimplementasikan dalam bentuk melawan dan memaksa diri untuk bangkit dari tempat tidur, kemudian berwudhu lalu berjalan menuju masjid dan malaksanakan shalat secara berjamaah. Sehingga sabar tidak tepat jika hanya diartikan dengan sebuah sifat pasif, namun ia memiliki nilai keseimbangan antara sifat aktif dengan sifat pasif.

2.2.2. Makna Sabar

Sabar merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa Arab, dan sudah menjadi istilah dalam bahasa Indonesia. Asal katanya adalah "Shobaro", yang membentuk infinitif (masdar) menjadi "shabran". Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan mencegah. Menguatkan makna seperti ini adalah firman Allah dalam Al-Qur’an:

Sabar (ks) dalam kamus besar bahasa Indonesia (1999), adalah tahan dalam menghadapi cobaan. Sedangkan  kesabaran (kb) adalah ketenangan hati dalam menghadapi cobaan; sifat sabar.  

Sabar adalah menahan diri untuk tidak berkeluh kesah, mencegah lisan untuk merintih dan menghalangi anggota tubuh untuk tidak menampar pipi dan merobek pakaian dan sejenisnya (Jauziyah, 2006) Sabar menurut Dzunnun al-Mishri (Jauziyah, 2006) adalah usaha untuk menjauhi segala larangan Allah. Sikap tenang ketika menghadapi berbagai macam duka cita yang membelit. Menampakan sikap lagaknya orang kaya pada waktu dia didera kefakiran dalam ranah kehidupan sehari-hari.   

Istilah dalam psikologi yang mendekati dengan kesabaran adalah  Resilience yaitu proses yang berhasil dengan sukses dalam menyesuaikan diri dengan kesulitan atau pengalaman hidup yang menantang terutama dalam kesiapan mental, emosi dan perilaku yang fleksibel.  Penyesuaian diri terhadap tuntutan eksternal dan internal dan salah satu faktor yang memberikan kontribusi bagaimana orang bisa beradaptasi dengan kesulitan (Vandenbos, 2006).  Istilah lain yang mendekati adalah  Adversity Quotient. Menurut Stoltz (2000)  Adversity Quotient didefinisikan sebagai satu kecerdasan berupa kegigihan untuk mengatasi segala rintangan demi mendaki tangga kesempurnaan yang diinginkan. Penulis dalam hal ini lebih condong memakai istilah kesabaran dibanding  Resilience  dan  Adversity Quotient  dengan asumsi, penulis menganggap cakupan pengertian kesabaran lebih luas. Selain itu penulis tertarik untuk mencoba menggali lebih dalam lagi khazanah ilmu dalam Islam 

Menurut penulis dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan definisi mengenai sabar, yaitu kemampuan untuk menahan dan mencegah diri dari kemarahan dan kesedihan yang berlebihan dengan mengikuti ketentuan Allah SWT.

2.2.3. Sabar Sebagaimana Digambarkan Dalam Al-Qur’an

Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang berbicara mengenai kesabaran. Jika ditelusuri secara keseluruhan, terdapat 103 kali disebut dalam al-Qur’an, kata-kata yang menggunakan kata dasar sabar; baik berbentuk isim maupun fi’ilnya. Hal ini menunjukkan betapa kesabaran menjadi perhatian Allah SWT, yang Allah tekankan kepada hamba-hamba-Nya. Dari ayat-ayat yang ada, para ulama mengklasifikasikan sabar dalam al-Qur’an menjadi beberapa macam:

1.  Sabar merupakan perintah Allah SWT. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam QS. 2:153 "Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar."
Ayat-ayat lainnya yang serupa mengenai perintah untuk bersabar sangat banyak terdapat dalam Al-Qur’an. Diantaranya adalah dalam QS.3: 200, 16: 127, 8: 46, 10:109, 11: 115 dsb.

2.  Larangan isti’jal (tergesa-gesa/ tidak sabar), sebagaimana yang Allah firmankan (QS. Al-Ahqaf/ 46: 35): "Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka…"

3.  Pujian Allah bagi orang-orang yang sabar, sebagaimana yang terdapat dalam QS. 2: 177: "…dan orang-orang yang bersabar dalam kesulitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa."

4.   Allah SWT akan mencintai orang-orang yang sabar. Dalam surat Ali Imran (3: 146) Allah SWT berfirman : "Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar."

5.  Kebersamaan Allah dengan orang-orang yang sabar. Artinya Allah SWT senantiasa akan menyertai hamba-hamba-Nya yang sabar. Allah berfirman (QS. 8: 46) ; "Dan bersabarlah kamu, karena sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar."

2.2.4. Sabar Sebagaimana Digambarkan Dalam Hadits.

Sebagaimana dalam al-Qur’an, dalam hadits juga banyak sekali sabda-sabda Rasulullah SAW yang menggambarkan mengenai kesabaran. Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi mencantumkan 29 hadits yang bertemakan sabar. Secara garis besar, hadits-hadits tersebut menggambarkan kesabaran sebagai berikut;

1.   Kesabaran merupakan "dhiya’ " (cahaya yang amat terang). Karena dengan kesabaran inilah, seseorang akan mampu menyingkap kegelapan. Rasulullah SAW mengungkapkan, "…dan kesabaran merupakan cahaya yang terang…" (HR. Muslim)
2.  Kesabaran merupakan sesuatu yang perlu diusahakan dan dilatih secara optimal. Rasulullah SAW pernah menggambarkan: "…barang siapa yang mensabar-sabarkan diri (berusaha untuk sabar), maka Allah akan menjadikannya seorang yang sabar…" (HR. Bukhari)

3.  Kesabaran merupakan anugrah Allah yang paling baik. Rasulullah SAW mengatakan, "…dan tidaklah seseorang itu diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran." (Muttafaqun Alaih)

4.  Kesabaran merupakan salah satu sifat sekaligus ciri orang mu’min, sebagaimana hadits yang terdapat pada muqadimah; "Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman, karena segala perkaranya adalah baik. Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur karena (ia mengatahui) bahwa hal tersebut adalah memang baik baginya. Dan jika ia tertimpa musibah atau kesulitan, ia bersabar karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut adalah baik baginya." (HR. Muslim)

5.  Seseorang yang sabar akan mendapatkan pahala surga. Dalam sebuah hadits digambarkan; Dari Anas bin Malik ra berkata, bahwa aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya Allah berfirman, "Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kedua matanya, kemudian diabersabar, maka aku gantikan surga baginya." (HR. Bukhari)

2.2.5. Bentuk-Bentuk Kesabaran

Para ulama membagi kesabaran menjadi tiga hal; sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar untuk meninggalkan kemaksiatan dan sabar menghadapi ujian dari Allah:

1.  Sabar dalam ketaatan kepada Allah. Merealisasikan ketaatan kepada Allah, membutuhkan kesabaran, karena secara tabiatnya, jiwa manusia enggan untuk beribadah dan berbuat ketaatan. Ditinjau dari penyebabnya, terdapat tiga hal yang menyebabkan insan sulit untuk sabar. Pertama karena malas, seperti dalam melakukan ibadah shalat. Kedua karena bakhil (kikir), seperti menunaikan zakat dan infaq. Ketiga karena keduanya, (malas dan kikir), seperti haji dan jihad.

Kemudian untuk dapat merealisasikan kesabaran dalam ketaatan kepada Allah diperlukan beberapa hal,
(1) Dalam kondisi sebelum melakukan ibadah berupa memperbaiki niat, yaitu kikhlasan. Ikhlas merupakan kesabaran menghadapi duri-duri riya’.
(2) Kondisi ketika melaksanakan ibadah, agar jangan sampai melupakan Allah di tengah melaksanakan ibadah tersebut, tidak malas dalam merealisasikan adab dan sunah-sunahnya.
(3) Kondisi ketika telah selesai melaksanakan ibadah, yaitu untuk tidak membicarakan ibadah yang telah dilakukannya supaya diketahui atau dipuji orang lain.

2.  Sabar dalam meninggalkan kemaksiatan. Meninggalkan kemaksiatan juga membutuhkan kesabaran yang besar, terutama pada kemaksiatan yang sangat mudah untuk dilakukan, seperti ghibah (baca; ngerumpi), dusta, memandang sesuatu yang haram dsb. Karena kecendrungan jiwa insan, suka pada hal-hal yang buruk dan "menyenangkan". Dan perbuatan maksiat identik dengan hal-hal yang "menyenangkan".

3.   Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah, seperti mendapatkan musibah, baik yang bersifat materi ataupun inmateri; misalnya kehilangan harta, kehilangan orang yang dicintai dsb.

2.2.6. Aspek-Aspek Sabar

Jauziyah (2006), menyebutkan aspek-aspek sabar adalah :
a.   Mampu menahan nafsu birahi.                                            
Jika hawa nafsu menguasai jasmani dan ruhani, maka yang timbul adalah sifat-sifat hewan (Ilham dalam Yafie, 2002).   Nafsu birahi merupakan fitrah manusia yang tidak bisa dihilangkan. Manusia hanya bisa mengendalikannya, sehingga bagi orang yang bersabar akan selalu mampu untuk menahan nafsu birahinya, ia akan bersabar untuk mengendalikannya.

b.   Mampu untuk menahan nafsu amarah.                                                   
Nafsu merupakan fitrah manusia. Nafsu tidak selamanya negatif.  Sebagaimana dinyatakan oleh Ilham (Yafie dkk, 2002) asalkan nafsu amarah bisa diolah secara proporsional untuk mengikuti iman, maka nafsu bisa menjadi rahmat, yaitu pada waktu nafsu dipergunakan untuk mengejar dunia serta akhirat sekaligus.  

c.   Mampu mengekang rasa malas.                                 
Orang dengan memiliki sifat sabar akan selalu giat dan memiliki semangat dalam melaksanakan segala kegiatan yang baik. Semangat dalam bekerja, giat mencari ilmu, serta rajin beribadah. Syaikul Islam Ibnu Taimiyah (Munajjid, 2006) telah mengingatkan bahwa sebagiamana Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa Surga  dikelilingi oleh hal-hal yang tidak disukai dan sebaliknya Neraka dikelilingi oleh hal-hal yang disukai. Upaya untuk mencapai Surga harus melalui rintangan-rintangan yang berat, sehingga disini akan sikap sabar. Untuk mendapatkan surga tidak bisa dengan malas-malasan, tetapi hari berjuang dengan tekun serta rajin.

d   Mampu membendung segala dorongan hawa nafsu untuk lari serta kabur dari masalah. Masalah pasti akan selalu datang kepada setiap manusia selama hidupnya, sehingga tidak ada jalan untuk menghindarinya. Individu yang sabar akan selalu berani dalam menghadapi permasalahan  serta tidak lari darinya, orang yang seperti ini dinamakan syaja’ ah (orang yang berani). Sebutan orang yang berani ini sangat wajar, karena ternyata tidak semua orang mau dan mampu dalam menghadapi permasalahan yang menimpannya. 

e    Memiliki kemampuan untuk tidak tergesa-gesa dalam pengambilan keputusan. Ketika  memutuskan suatu hal, orang sabar tidak akan tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, ia akan mempertimbangkan berbagai aspek baik dan buruknya,  maslahat  dan  madharatnya.  Ketergesa-gesaan dalam pengambilan keputusan akan menyebabkan tidak optimalnya keputusan yang dilakukan. Individu yang sabar akan bersikap tenang (waqar) dalam mengambil keputusan, sehingga bisa berfikir serta bertindak dengan benar.

f     Mau berbagi dengan orang lain.                               
Orang sabar akan selalu memiliki jiwa sosial, mau berbagi dengan orang lain terutama yang membutuhkan. Ilmunya akan diberikan cuma-cuma, karena mengajarkan ilmu kepada orang lain, akan membuat ilmu yang dimilikinya itu bermanfaat. Rasul pernah bersabda, ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah di hari kiamat nanti diantaranya adalah orang yang bersedekah kemudian ia menyembunyikan sedekahnya, hingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diberikan tangan kanannya. Menurut Khalid (2003), sabar yang dilakukannya adalah berusaha keras menyembunyikan sedekahnya. 

g.    Mampu menahan diri untuk tidak melemparkan hal-hal yang tidak disukai orang lain.                                                      
Individu yang sabar akan mampu menahan dirinya untuk tidak melemparkan hal-hal yang tidak disukainya kepada orang lain, orang seperti ini dinamakan muruah (menjaga citra diri). Pada kenyataannya sering kali seseorang dihadapkan pada suatu hal-hal yang tidak disukainya, untuk menyiasatinya sering kali hal-hal tersebut dilemparkan pada orang lain. Perbuatan tersebut jelas merupakan perbuatan yang jelek. Individu yang sabar akan selalu menghadapinya sekalipun hal itu tidak disukainnya.

2.2.7. Kiat-kiat Untuk Meningkatkan Kesabaran

Ketidaksabaran (baca; isti’jal) merupakan salah satu penyakit hati, yang seyogyanya diantisipasi dan diterapi sejak dini. Karena hal ini memilki dampak negatif dari amalan yang dilakukan seorang insan. Seperti hasil yang tidak maksimal, terjerumus kedalam kemaksiatan, enggan untuk melaksanakan ibadah kepada Allah dsb. Oleh karena itulah, diperlukan beberapa kiat, guna meningkatkan kesabaran. Diantara kiat-kiat tersebut adalah :
1.   Mengkikhlaskan niat kepada Allah SWT, bahwa ia semata-mata berbuat hanya untuk-Nya. Dengan adanya niatan seperti ini, akan sangat menunjang munculnya kesabaran kepada Allah SWT.
2.  Memperbanyak tilawah (baca; membaca) al-Qur’an, baik pada pagi, siang, sore ataupun malam hari. Akan lebih optimal lagi manakala bacaan tersebut disertai perenungan dan pentadaburan makna-makna yang dikandungnya. Karena al-Qur’an merupakan obat bagi hati insan. Masuk dalam kategori ini juga dzikir kepada Allah.
3.  Memperbanyak puasa sunnah. Karena puasa merupakan hal yang dapat mengurangi hawa nafsu terutama yang bersifat syahwati dengan lawan jenisnya. Puasa juga merupakan ibadah yang memang secara khusus dapat melatih kesabaran.
4.  Mujahadatun Nafs, yaitu sebuah usaha yang dilakukan insan untuk berusaha secara giat dan maksimal guna mengalahkan keinginan-keinginan jiwa yang cenderung suka pada hal-hal negatif, seperti malas, marah, kikir, dsb.
5.  Mengingat-ingat kembali tujuan hidup di dunia. Karena hal ini akan memacu insan untuk beramal secara sempurna. Sedangkan ketidaksabaran (isti’jal), memiliki prosentase yang cukup besar untuk menjadikan amalan seseorang tidak optimal. Apalagi jika merenungkan bahwa sesungguhnya Allah akan melihat "amalan" seseorang yang dilakukannya, dan bukan melihat pada hasilnya. (Lihat QS. 9 : 105)
6.  Perlu mengadakan latihan-latihan untuk sabar secara pribadi. Seperti ketika sedang sendiri dalam rumah, hendaklah dilatih untuk beramal ibadah dari pada menyaksikan televisi misalnya. Kemudian melatih diri untuk menyisihkan sebagian rezeki untuk infaq fi sabilillah, dsb.
7.  Membaca-baca kisah-kisah kesabaran para sahabat, tabi’in maupun tokoh-tokoh Islam lainnya. Karena hal ini juga akan menanamkan keteladanan yang patut dicontoh dalam kehidupan nyata di dunia.



BAB III
KESIMPULAN

Kontrol diri diartikan sebagai kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang kan membawa kea rah positif bagi individu tersebut. Control dapat dikembangkan dan digunakan oleh individu dalam proses kehidupan sehari – hari. Control diri merupakan kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk peka terhadap situasi dan lingkungan sekitarnya. Control diri digunakan oleh individu untuk mengelola factor – factor perilaku yang sesuai dengan lingkungan sekitarnya, digunakan dalam mengendalikan perilaku serta mengubah perilaku yang esuai dengan kondisi dari situasi di lingkungan sekitarnya.
Sabar berasal dari kata “sobaro-yasbiru” yang artinya menahan. Dan menurut istilah, sabar adalah menahan diri dari kesusahan dan menyikapinya sesuai syariah dan akal, menjaga lisan dari celaan, dan menahan anggota badan dari berbuat dosa dan sebagainya. Itulah pengertian sabar yang harus kita tanamkan dalam diri kita. Dan sabar ini tidak identik dengan cobaan saja. Karena menahan diri untuk tidak bersikap berlebihan, atau menahan diri dari pemborosan harta bagi yang mampu juga merupakan bagian dari sabar. Sabar harus kita terapkan dalam setiap aspek kehidupan kita. Bukan hanya ketika kita dalam kesulitan, tapi ketika dalam kemudahaan dan kesenangan juga kita harus tetap menjadikan sabar sebagai aspek kehidupan kita.
Dilihat dari dari salah satu aspek, yakni aspek tujuan. Dapat diperoleh adanya persamaan dan perbedaan antara kontrol diri dan sabar. Tujuan dari kontrol diri adalah Untuk menahan diri dan tindakan luapan emosi, untuk mengendalikan perilaku, kecenderungan menarik perhatian, keinginan mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain, menyenangkan orang lain, selalu conform dengan orang lain, dan menutupi perasaannya. Dan tujuan dari sabar adalah Untuk mencapai kemenangan di dunia dan kebahagaiaan di akhirat. Yang mana perbedaannya, kontrol diri diarahkan pada urusan keduniawian, sedangkan sabar selain keduniawian juga  untuk kehidupan akhirat individu. Sedangkan persamaannya, Sama-sama mengarah pada hal-hal yang bersifat positif, seperti ketentraman ataupun kebahagiaan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
http://apptis.or.id/index.php/kontrol-diri (diunduh pada March 30, 2013, 6:07:57 AM)
(diunduh pada March 30, 2013, 6:07:57 AM)